s
Keluarga Besar PGRI Cabang Kec. Tanjugsiang Subang Mengucapkan Selamat Hari Guru Nasional tahun 2016 dan HUT PGRI Ke-71

Monday, February 25, 2013

Banggalah Menjadi Guru !!!!!!



Rasanya kita patut bersyukur dan merasa bangga mampu berpartisipasi untuk turut serta mewujudkan cita-cita pendidikan di Indonesia. Selain itu, berbagai perhatian yang diberikan Pemerintah telah kita rasakan bersama dan sangat kental terasa semenjak tahun 2000, dimana pada tahun itu negara kita masih memendam krisis yang mendera dalam berbagai segi-segi kehidupan bangsa pasca lengsernya orde baru.
Pasca pergantian orde baru semua orang menyadari terjadinya krisis berkepanjangan salah satu sebagai dampak dari pendidikan yang belum berhasil secara optimal, tak heran jika setiap orang menaruh dan berharap besar pendidikan merupakan salah satu tumpuan untuk terlepas dari berbagai himpitan krisis. Hal ini sangatlah wajar karena pendidikan merupakan serangkaian upaya dalam mendidik watak, budi, akhlak dan kepribadian manusia. Dengan demikian, pendidikan diharapkan dapat menghasilkan generasi yang cakap dalam berbagai dimensi kemanusiannya, dengan tujuan akhir mampu membawa bangsa dan negara ini dalam suatu kemajuan dan berkeadilan.
Namun sangat disayangkan proses pendidikan tidak dapat menghasilkan produk secara instan tetapi membutuhkan waktu dan kerja keras terlebih jika komponen didalamnya belum mendapat pembaharuan masih peninggalan budaya-budaya lama yang sudah usang. Disinilah muncul kesadaran perlunya pendidikan sebagai investasi di masa depan, apalagi jika kita bandingkan dengan negara tetangga yang bisa dibilang cukup berhasil. 
Menjelang awal-awal reformasi, pencarian jatidiri bangsa masih bersifat “Kafah” artinya lebih banyak mencari siapa yang bersalah, dan bukan bagaimana memperbaiki yang salah. Saling tuding dan tebar jasalah yang sering kita saksikan, muncullah kebosanan dan ketidak percayaan dari masyarakat, pada akhirnya timbul keinginan melepaskan diri dari kesatuan bangsa (disintegrasi) sebagai wujud keputus asaan. Pada sisi lain, reformasi yang telah keblablasan menimbulkan aura kebebasan yang tidak  bertanggungjawab. Tidak semestinya penyampaian pendapat dengan alih-alih perbaikan segi-segi kehidupan disampaikan dengan cara-cara pemaksaan, anarkis, dan kriminilitas. Kondisi yang lebih memprihatinkan, masyarakat kita telah banyak pudar nilai kebersamaan, lebih mementinkan pribadi dan golongan. Sangat ironis sekali ketika kita menyaksikan keyakinan dan agama hanya sebatas topeng demi kedudukan.
Inilah sebenarnya tantangan terbesar bagi kita bersama termasuk pendidikan sebagai garda terdepan pencetakan karakter dan budi pekerti bangsa. Jika kita cermati, memang ada benarnya juga persoalan-persolan bangsa ini salah satunya lahir dari proses pendidikan yang tidak seimbang, dimana lebih menekankan penguatan intelektual semata. Artinya pendidikan kurang memberikan penguatan terhadap pembentukan hakikat manusia itu sendiri secara menyeluruh. Menurut Ki Hajar Dewantoro, manusia memilki daya cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitik beratkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidak utuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau juga mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual saja hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Proses pendidikan itu sendiri berlangsung tidak hanya terjadi dalam lingkungan sekolah semata, ada keluarga dan masyarakat yang turut serta membentuk kepribadian individu. Namun, karena sekolah sebagai lembaga formal dimana proses pendidikan lebih nyata terlihat, komponen gurulah yang paling sering dipersalahkan. Hal ini wajar-wajar saja, karena guru adalah  ujung tombak dalam proses pendidikan dan menjadi mata rantai terpenting yang menghubungkan antara proses pendidikan dengan harapan akan masa depan dalam pembentukan kepribadian peserta didik. Namun kita juga tidak bisa menutup mata masih banyak permasalahan seputar guru, seperti halnya kurangnya respon terhadap upaya pembaruan pendidikan dan masih lemahnya motivasi untuk meningkatkan dan penguatan kompetensi.
Terlepas dari permasalahan yang bersifat personal guru, kita melihat begitu berat tugas dan tanggungjawabnya. Maka tak heran jika insan-insan pendidikan  yang dipelopori PGRI menuntut adanya peraturan perundang-undangan yang dapat melindungi dan memposisikan guru sebagai pekerjaan professional. Tuntutan tersebut akhirnya mendapat respon Pemerintah dengan lahirnya Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Undang-Undang tersebut secara esensial menempatkan guru sebagai pekerjaan professional. Sebagai konsekuensi logisnya guru harus memiliki standar kualifikasi pendidikan minimum S.1 dan memiliki empat standar kompetensi, yaitu professional, pedagogic, social, dan pribadi. Dengan demikian, kedepannya tidak sembarang orang bisa menjadi guru, dan tugas mendidik hanya boleh dipegang oleh guru bersertfikat pendidik sebagai bukti dari keempat standar yang dipersyaratkan. Selain itu, pemerintah juga berkewajiban memberikan tunjangan profesi bagi guru yang bersangkutan.
Inilah salah satu kebanggan kita terhadap perhatian yang diberikan pemerintah bagi dunia pendidikan Indonesia khususnya menyangkut guru. Di masa-masa yang akan datang guru akan sejahtera dan terlindungi. Dalam kondisi itulah, diharapkan guru lebih berkonsentrasi dalam memberikan pelayanan penuh terhadap proses pendidikan yang berkualitas bagi kemajuan para peserta didiknya secara menyeluruh. SELAMAT HARI GURU 2016 dan HUT PGRI Ke 71.

No comments:

Post a Comment